JAKARTA- Protes atas penolakan gugatan uji materi UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan, dan atau, Penodaan Agama, terus bermunculan. Salah satunya datang dari Komnas Perempuan.
Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchach menyatakan UU di atas tidak lagi sesuai dengan semangat zaman, karena dirumuskan pada kondisi darurat. “Saya mengira akan bisa memicu konflik jika UU ini tetap dijalankan,” ujarnya di Jakarta, Rabu (21/4/2010).
Karena itu, Komnas Perempuan akan menempuh langkah lanjutan guna menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi di atas. Dalam waktu dekat Komnas Perempuan akan menemui para wakil rakyat di Senayan untuk mendesak dilakukannya revisi undang-undang Nomor 1/PNPS/1965.
Problem terbesar dari pemberlakuan UU Penodaan Agama adalah tidak adanya perlindungan bagi pemeluk agama di luar enam agama yang diakui pemerintah, dalam beribadah.
Dari aspek administratif, seringkali para penganut agama di luar enam agama yang diakui pemerintah menemui kendala saat berurusan dengan birokrasi. Mulai dari urusan mendapatkan KTP, akte lahir, akses ke pendidikan, hingga administrasi jaminan kesehatan.
Tak jarang para pemuluk agama di luar enam agama yang diakui dipersulit akses mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, serta kebutuhan lainnya.
“Untuk perempuan ketika mau melahirkan jika tidak punya agama, maka anak yang akan dilahirkan disebut anak haram atau di luar nikah. Anak-anak para penganut Ahmadiyah juga dipersulit untuk sekolah,” sesalnya.(ful)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar